senandung hujan pagi ini
hantarkan lirih sebuah puisi
ketukan satu jemari bawa sebongkah luka
memaksaku buka kembali laci kenangan
di mana sebuah nama kutulis dengan tinta darah
setetes rinai dipermainkan daun keladi
berpasrah menanti tamparan angin untuk tentukan takdir
entah ke mana dia akan jatuh sebelum sirna, tersesap atau menguap
berpegang pada keyakinan akan tempat mulia menyambut kematiannya
di sini, sepotong hati dengan lukisan tapak sembilu
mencoba menampik asap dupa aroma cintamu
yang pernah kau tanamkan begitu dalam
hingga waktu tetap tak mampu mencabutnya
sementara akar-akarnya terus menjerat kuat hingga ke ujung lahat
Bogor, feb2010
DM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar